Senin, 15 Desember 2008

[daarut-tauhiid] Sebab Terjadinya Penyimpangan Pemikiran Masyarakat Barat

yayantea
Thu, 05 Jan 2006 03:28:23 -0800

AL-IKHWAN.NET - Ahad, 11 Desember 2005

Aliran materialisme menjadikan interpretasi atas segala sesuatu berdasar-kan
materi semata-mata, apa yang dapat ditangkap oleh panca-indra harus diterima,
sementara apa yang diluar itu adalah nonsense yang tidak perlu digubris apa
lagi difikirkan. Aliran materialisme ini kemudian berkembang dan menafikan
segala sesuatu yang bersifat norma dan akhlaq, menganggapnya sebagai
kepura-puraan (dengan menyelewengkan arti kata munafiq) dan pada fase finalnya
adalah mengingkari segala yang ghaib.

Lbh lanjut DR Yusuf Al-Qardhawi menambahkan sebab2 terjadinya penyimpangan
pemikiran tsb, sbb :

3. TERPERANGKAP ALIRAN MATERIALISME

Aliran materialisme menjadikan interpretasi atas segala sesuatu berdasar-kan
materi semata-mata, apa yang dapat ditangkap oleh panca-indra harus diterima,
sementara apa yang diluar itu adalah nonsense yang tidak perlu digubris apa
lagi difikirkan. Aliran materialisme ini kemudian berkembang dan menafikan
segala sesuatu yang bersifat norma dan akhlaq, menganggapnya sebagai
kepura-puraan (dengan menyelewengkan arti kata munafiq) dan pada fase finalnya
adalah mengingkari segala yang ghaib.

Ajaran materialisme lalu masuk ke segala bidang, pepatah time is money tidak
lagi memperdulikan apakah uang tersebut halal atau haram, pernikahan tidak lagi
ditujukan untuk bersama-sama melaksanakan ridho Allah SWT sekuat tenaga, tetapi
mengedepankan nilai materi semata, pendidikan lebih mengutamakan pada konsumsi
akal semata dan membiarkan kegersangan batin dan ruhani.

4. BAHAYA ALIRAN SEKULARISME

Ajaran sekularisme berawal pada abad pertengahan, setelah Barat belajar
pengetahuan dari Islam, maka bermunculanlah para ilmuwan dan pakar dengan
berbagai teori (yang kemudian ditentang oleh para agamawan disana), yang
berbuntut pada terjadinya peperangan antara ilmuwan dengan agamawan dan
berakibat pembantaian besar-besaran terhadap para ilmuwan, dengan penyaliban
dan pembakaran (termasuk yang terbunuh diantaranya Galileo Galilei di
pengadilan Roma, dll). Karena para ilmuwan berada pada kebenaran, maka drama
ini diakhiri dengan pemberontakan besar-besaran menentang gereja yang berakibat
lahirnya ajaran sekularisme, yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan dan
memisahkan agama dari hukum dan negara.

Sejarah lahirnya sekularisme di Barat yang demikian pahit dan melahirkan
permusuhan pada agama dapat difahami. Tetapi beberapa pertanyaan yang crucial
dan perlu dijawab adalah : Apa kesalahan Islam sehingga ia juga harus turut
menanggung akibatnya ? Apakah karena ajaran Islam bertentangan dengan ilmu
pengetahuan, sehingga keduanya perlu dipisahkan ? Bukankah dalam sejarah Islam
tidak pernah terjadi samasekali pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan
sebagaimana yang terjadi di Barat ? Bukankah ditangan para intelektual Islamlah
berkembangnya ilmu pengetahuan dan akhlaq secara bersama-sama, yang kemudian
dipelajari dan dikembangkan oleh para sarjana di Barat (ilmu pengetahuannya
saja dengan meninggalkan akhlaq) sehingga melahirkan peradaban modern saat ini
? Sekularisasi disatu sisi mengandung kebaikan jika tujuannya adalah untuk
melakukan spesialisasi ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang ilmu
masing-masing. Tetapi akan sangat berbahaya jika tujuannya adalah untuk
memisahkan agama dari ilmu pengetahuan, karena anggapan bahwa agama tidak
ilmiah dan tidak sesuai dengan logika. Ada bagian dalam agama yang memang bukan
bagian kajian dari sains, tetapi bagian yang lainnya sangat sesuai dan dapat
dijadikan sebagai dasar bagi kajian ilmiah (pembahasan ini akan lebih
diperdalam dalam bab Al-Qur’an dan IPTEK).

Lebih berbahaya lagi jika agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, sehingga
setiap orang bebas untuk berbuat maksiat walaupun ia muslim, tanpa seorangpun
boleh mencegahnya. Ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam yang
menganjurkan amar ma’ruf dan nahi munkar dan hadits Nabi SAW : “Ubahlah
kemunkaran itu dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisanmu dan jika
tidak mampu maka dengan hatimu, tapi itu adalah selemah-lemah iman E Sebagai
seperangkat aturan dan norma, agamapun membutuhkan pengakuan dan institusi dari
pemerintah yang menjamin pemberlakuan sanksi bagi pelanggar-pelanggarnya, hal
ini demi terpeliharanya sustainability eksistensi dan orisinalitas ajarannya.

5. SUPERIORITAS ATAS BANGSA LAIN

Kelemahan suatu kelompok, suku, ras, atau bangsa adalah jika ia sudah merasa
lebih tinggi dari bangsa yang lain, sehingga menganggap bangsa lain sebagai
bangsa yang boleh direndahkan dan dieksploitasi. Superioritas Jerman dengan ras
Arianya telah melahirkan rezim Nazisme Hitler dengan korban yang besar,
superioritas kulit putih Australia menimbulkan penindasan terhadap bangsa
Aborigin sebagai bangsa asli benua tersebut, superioritas kulit putih Amerika
telah menjadi alat penindasan terhadap bangsa kulit hitam (Ku Klux Clan) dan
Indian Amerika. Kesemua kesombongan kebangsaan dan ras itulah yang telah
mengukir lembaran hitam dalam sejarah manusia dengan penjajahan yang dilakukan
bangsa Barat selama ratusan tahun terhadap bangsa Timur serta menimbulkan dua
perang terbesar dunia dengan korban jutaan manusia.

Hal lain yang merupakan kelanjutan dari sikap superioritas Barat atas bangsa
lain ini adalah politik hegemoni Barat atas bangsa lain. Dijadikannya PBB
sebagai alat oleh Amerika dan Barat untuk melanggengkan kepentingannya, serta
lembaga keuangan dunia untuk menjadi penekan bagi negara-negara berkembang
membuktikan sikap ini.

Nabiel Fuad Al-Musawa


sumber: www.al-ikhwan.net